Archive for February 6th, 2009

DEMI MATAHARI

Ini hanyalah sebuah renungan pribadi penulis. Disaat hati bertanya-tanya, apa sebenarnya yang diinginkan para manusia dalam kehidupannya yang menempel erat dibumi yang kelihatannya terhampar luas, karena kecilnya manusia itu sendiri. Mereka sibuk dengan berbagai kegiatannya. Apa sebenarnya yang mendorong mereka untuk bergerak melakukan berbagai aktifitasnya. Semua aktifitas mereka selalu mereka pandang sebagai suatu hal yang benar, meskipun menurut orang lain dinilai sebagai kesalahan. Terkadang karena yang dinilai salah tidak punya kekuasaan, sedangkan yang menilai adalah penguasa, maka kebenaran harus berhadapan dengan sebuah pilihan, ikut larut dalam kesalahan, ataukah tetap bertahan dalam kebenaran meski harus ditebus dengan nyawa.

Adalah seorang Copernicus, diabad 16, mempunyai pendapat yang bertentangan dengan penguasa. Dia berani menyatakan apa yang diyakininya, yang merupakan buah pemikiran dan perhatian yang mendalam terhadap fenomena alam. Saat itu masyarakat dan para penguasa tempat dia tinggal meyakini bahwa bumi adalah datar, dan sebagai pusat, sedangkan matahari dan bulan, beredar mengelilingi bumi. Pengamatan, perhatian, dan pemikiran Copernicus sampai pada kesimpulan bahwa, matahari adalah pusat tata surya, sedangkan bumi bergerak mengelilingi matahari.

Apa yang didapatkan Copernicus dengan kebenaran yang dia sampaikan ? Tiang dan tali gantunganlah yang dia dapatkan dan nyawanya harus dibayarkan sebagai pembelian mempertahankan kebenaran. Dan puaslah penguasa yang tetap bertahan dalam kesalahan, kegelapan yang bertumpuk-tumpuk.

Hampir seratus tahun kemudian, diabad 17, Galileo dengan ilmu yang ALLAH SWT berikan padanya, bukan lari dari kenyataan, tapi kehidupan yang benar akan segera dimulai. Dengan teropong bintangnya, mengajak membuka mata dunia, menengok ke langit yang luas, menembus atmosfir bumi, menembus atmosfir kedunguan, menembus atmosfir kejumudan. Easy come easy go. Galileo terus menyampaikan ayat-ayat kauniyah yang dia dapatkan, cercaan, makian, dan penjara, akhirnya dia dapatkan. Galileo pamit pada mamanya, kebenaran lebih dicintainya, dan nyawalah yang harus dia bayarkan di dalam penjara. Puaslah penguasa dengan kedholimannya.

Bagaimanakah kita saat ini ? Apakah kita mirip penguasa-penguasa itu, ataukah kita memiliki sikap dan pendirian seperti Copernicus ataupun Galileo.

Mari kembali menengok jauh lebih kebelakang, diabad 7 (tujuh). Seorang manusia telah menyampaikan segala fenomena, yang jauh lebih jelas dan tegas, serta mutlak kebenarannya, yang bahkan semua teknologi abad 21 saat inipun belum bisa mengungkap segala yang disampaikannya. Tentu saja, predikat gila, dan lemparan batu, serta berbagai penganiayaan, penyiksaan dialami.

Namun kebenaran segera akan terungkap. Hanya satu pertanyaan lagi, siapkan kita mengkoreksi diri kita sendiri. Mengakui kesalahan, mengakui kebodohan kita. Dan selanjutnya melepaskannya, diiringi mengupgrade dengan kebenaran yang memang seharusnya kita ikuti.

Mengapa kita tidak menjadikan AL-QUR’AN yang telah ditunaikan dalam penyampaian risalahnya dengan lengkap dan sempurna itu sebagai pelajaran utama dan terutama, mengapa kita tidak membenarkan dengan perjuangan maksimal dari seluruh daya upaya? Mengapa justru menjadikan AL-QUR’AN sebagai sesuatu yang tidak diacuhkan. Buktinya adalah kita malas menggunakan pikiran dan hati kita untuk mencerna penjelasan ALLAH SWT dalam AL-QUR’AN.

QS91:ASY SYAMS (MATAHARI)
1. Demi matahari dan cahayanya di pagi hari,
2. dan bulan apabila mengiringinya,
3. dan siang apabila menampakkannya,
4. dan malam apabila menutupinya
5. dan langit serta pembinaannya,
6. dan bumi serta penghamparannya,
7. dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
8. maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
9. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
10. dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

ALLAH SWT menggugah kesadaran kita dengan bersumpah membawa sebagian ciptaanNYA yang begitu hebat, agar tidak lagi ada manusia yang menghadapi dengan kesombongannya. Benda-benda yang sudah disebutkan ALLAH SWT tersebut tidak mungkin bisa diketahui secara menyeluruh apalagi ditiru manusia.

Ada sesuatu dibalik jasad manusia yang hanya kecil, rapuh dan lemah ini, yang sering menampakkan kesombongan demi kesombongan. Tubuh fisik manusia yang ringkih yang hanya terdiri dari kumpulan tulang, daging dan darah, tidak akan bisa melakukan aktifitas apapun tanpa apa “ruh” ciptaan ALLAH SWT yang menggerakkan dan memotori aktifitas tersebut. Ruh yang sudah mengangkat sumpah dan janji bahwa benar-benar menyatakan mengakui ALLAH sebagai TUHAN, tiada tuhan-tuhan lain beserta DIA, ALLAH SWT.

Seharusnya manusia sering melakukan penyegaran atas semua itu dengan menanyakan kepada dirinya sendiri:
1. Siapa sebenarnya saya ?
2. Darimana saya datang ?
3. Untuk apa saya ada di dunia ini, di bumi ini ?
4. Kemana saya akan pergi setelah ini, setelah tubuh fisik ini hancur menjadi tanah ?

Maka, marilah kita perhatikan Firman ALLAH SWT, kemudian kita perhatikan dengan seksama ayat-ayat kauniyah yang disebarkan ALLAH SWT di alam ini, selanjutnya kita kembali memperhatikan dan memadukan semuanya yang telah kita perhatikan, akhirnya membuat kesimpulan yang merupakan kesadaran kita tentang ALLAH SWT dan seluruh ciptaanNYA, termasuk kita manusia.